Saturday, March 26, 2011

PIKIRAN KRITIS ANAK

Suatu hari, seorang anak ikut orangtuanya bertamu ke rumah rekannya. Di sana dia disuguhi sebungkus permen. “Kamu boleh mengambil permen ini”, kata si pemilik rumah. Ayo, silakan diambil, diambil! Ambillah dengan kedua tanganmu, supaya kamu dapat banyak, ya? Namun si anak diam saja sambil menatap permen itu. Si orangtua mulai gusar dan meminta anaknya untuk mengambil permen itu dengan kedua tangannya. “Ayolah, Nak ambillah permen itu!” Namun kembali si anak tetap diam sambil menatap permen-permen tadi. Sampai akhirnya si tuan rumah mengambilkan permen itu dengan kedua tangannya sendiri. “Ya sudah, ini saya ambilkan buat kamu!”, katanya.

Sesampainya di rumah si orangtua tadi kecewa dan mengeluh. Sambil mengomel dia berkata, “Dasar kamu ya, cuma diminta ambil permen saja tidak berani!” Mau jadi apa kamu nanti? Namun di luar dugaan anaknya tiba-tiba menjawab, “Mama aku bukan tidak berani mengambil permen tadi, tapi aku ingin mendapatkan permennya lebih banyak. Tanganku kecil sedangkan tangan tante tadi jauh lebih besar. Jadi aku tunggu saja biar dia mengambilkan untukku!”

Begitulah kita para orangtua, seringkali menghakimi anak kita dengan asumsi dan juga persepsi-persepsi kita yang seringkali sangat dangkal. Padahal di balik semua perilaku anak kita seringkali terdapat alasan yang luar biasa hebat, dan kritis. Sampai terkadang membuat kita berdecak kagum. Kok bisa ya? Anak sekecil ini berpikir sekritis itu? Nah, mari kita berhenti untuk menghakimi anak-anak kita. Melainkan tanyalah, mengapa mereka melakukan ini atau melakukan itu. Kelak kita akan dibuat terkagum-kagum dengan jawaban si kecil kita nanti.

BELAJAR DENGAN SABAR

Ada seorang pemuda yang hendak belajar kungfu. Datanglah dia pada sebuah perguruan kungfu. Dia menghadap gurunya dan berkata, “Guru ajarilah saya kungfu.” Sang guru menerima dia menjadi murid. Namun keesokan harinya sang guru menugaskan dia menjadi seorang juru masak perguruan. Sambil menyerahkan sebuah cerobong asap yang terbuat dari besi kasar, beliau berkata, “Tugasmu menjadi juru masak. Dan Setiap kau meniup api dengan cerobong besi ini, tekan dan remas dengan kuat cerobong ini, dan aku akan mengajarkan kungfu jika cerobong ini menjadi halus dan bayanganku terlihat jelas.”

Bertahun-tahun berlalu, sang murid mulai tak sabar terus-terusan menjadi juru masak. Setiap tahun dia menanyakan, “Kapan aku mulai belajar kungfu?” Namun sang guru tetap mengatakan sampai cerobong besi itu halus. Sampai akhirnya dia menunjukkan cerobong besi itu yang sudah halus pada gurunya. Sang guru tersenyum dan berkata, “Sekaranglah saatnya aku akan mengajarkan kepadamu ilmu yang penting. Tetapi carikan dulu aku bambu yang paling keras di hutan.”

Maka berangkatlah sang murid ke hutan. Ia meremas setiap bambu yang ditemuinya di hutan itu. Dan herannya tak satupun dari bambu-bambu itu yang didapatkannya yang cukup keras. Sampai sore haripun dia tak menemukan bambu yang keras. Akhirnya sang murid itu pulang dengan tangan hampa. Dengan lelah dia berkata pada gurunya, “Guru maafkan saya!” Saya sudah mencari kemana-mana tapi ternyata tak ada bambu yang keras di hutan. Besok saya akan pergi ke hutan untuk mencarinya lagi. Sang guru tersenyum sambil berkata, “Muridku, saat ini engkau telah menguasai dua hal. Yang pertama kesabaran dan yang kedua adalah jurus tangan peremuk tulang. Siapapun lawanmu, engkau akan bisa meremukkan tulangnya dengan sekejab. Jadi saat ini engkau telah menjadi salah satu pesilat tangguh yang susah dikalahkan. Namun bukan Cuma itu, kau juga telah melatih kesabaranmu. Hal itu yang akan membantumu bisa mempelajari ribuan jurus-jurus lainnya.

Ternyata benar, dengan kesadaran dan kesabaran kita bisa mencapai tujuan. Namun sabar jangan disalah artikan. Masyarakat masih banyak mengartikan sabar sebagai diam, tidak membalas, menerima, ataupun pasrah. Dan pengertian itu sangat berlainan dengan arti tetap berusaha, berjuang, dan TETAP SEMANGAT.

Saturday, February 26, 2011

MUTASI DAN HIKMAHNYA

Ada banyak kisah terutama dari mereka yang pernah berhasil mengatasi masa-masa sulit dalam kehidupannya. Salah satunya adalah kisah manis dari seorang guru yang dimutasi secara mendadak.

Sekitar bulan Februari 2011, pada usia lima belas tahun masa kerjanya sebagai guru, ia dimutasi ke tempat jauh secara sepihak. Setelah hampir delapan tahun melaksanakan tugas sebagai guru di sekolah ini, dan bergaul dengan teman-temannya sesama guru, termasuk murid-muridnya yang sangat mengidolakannya. Sekarang, ia harus meninggalkan sekolah, dan orang-orang yang menyayanginya, meskipun dengan berat hati. Walaupun demikian, ia tetap bersyukur. Karena masih bisa mengatakan, “wah, saya sekarang sudah menjadi guru yang benar-benar dibutuhkan di tempat lain!”

Ia tidak mengharapkan siapapun mengalami hal ini. Dimutasi secara sepihak dan sangat mendadak. Dan ini juga berarti ia harus memboyong pasangan dan putra-putrinya pindah dari rumah dinas yang ia tempati selama ini. Entah dengan jalan membeli rumah atau terpaksa mengontrak. Yang jelas, ia tidak akan pernah melupakan apa yang telah ia alami saat ini. Rasa resah, gelisah, galau, sakit hati maupun emosional, akhirnya mengajarinya untuk betul-betul menjalani kehidupan ini dengan gairah. Suatu cobaan ternyata menghasilkan ketekunan, karakter dan juga pengharapan.

Waktu itu ia sedang berkumpul sambil bercengkrama dengan teman-temannya di ruang guru. Telepon dari dinas, meminta agar ia segera menghadap pimpinan untuk urusan dinas. Hal itu menimbulkan pertanyaan banyak orang. Mengapa ia dipanggil ke dinas? Apakah karena gajinya yang minus? Atau ada salah yang lain pada dirinya? Ia sendiri tidak tahu, mengapa ia dipanggil kepala dinas. Hanya waktu itu tidak ada yang lebih menyesakkan dadanya, daripada mendengar kabar bahwa ia dimutasi.

Teman-teman yang empati dan prihatin terhadap keadaannya, berusaha untuk menghibur agar ia tidak terlalu larut dalam kesedihan. Menurut mereka, Tuhan memberikan cobaan ini, agar ia lebih tabah dan mau bersabar.

Saat ini meskipun ia telah dialih tugaskan ke sekolah inklusi, ternyata ia bisa berbuat lebih banyak daripada yang pernah dilakukannya selama ini. Ia bisa belajar bersabar dengan mendidik dan mengajar murid-murid yang termasuk anak berkebutuhan khusus (ABK). Dan sekarang ia malah suka mengajar dan memberikan motivasi pada orang lain untuk sealu bersabar dan tabah menghadapi cobaan. Walaupun ia punya target tertentu sebagai seorang pendidik, setelah ia dimutasikan, ia belajar untuk tidak terlalu serius menghadapi segala sesuatu. Karena ternyata hidup ini hanya sementara. Jadi mumpung masih memilikinya ia akan bersenang-senang dengannya.

Friday, February 25, 2011

TIPS TETAP MESRA BERSAMA PASANGAN

1. Sempatkan untuk bisa makan bersama.
Acara makan bersama ini bisa juga menjadi media saling tukar pikiran dan saling mencurahkan isi hati dengan pasangan. Mungkin kemarin-kemarin belum sempat mengutarakannya, maka sekaranglah saatnya.
2. Perbaiki penampilan.
Sewaktu baru menikah dulu, berbagai perawatan kita jalani. Coba ingat sendiri, kapan terakhir kita mengubah gaya rambut, kapan terakhir kali anda mengisi lemari dengan pakaian baru, atau sekedar relaksasi di kantor.
3. Jangan lupa bercinta
Di fase bulan madu kegiatan bercinta seakan tidak pernah cukup. Nah, cobalah hidupkan kembali hasrat dan keinginan anda dengan pasangan yang menggebu. Kegiatan bercinta yang lancar akan membuat emosi jadi terkendali. Bercinta juga bisa membuat tingkat stres berkurang serta menjadikan rasa bahagia bagi yang melakukannya. Ini akan menarik perhatian dari pasangan dan sekaligus juga dapat menghidupkan kesan bulan madu yang bisa anda lakukan bukan hanya sekali seumur hidup, tapi bisa berbulan madu setiap harinya.
4. Hindari adu argumen karena masalah keuangan.
Masalah keuangan ini seringkali menjadi menyebab pertengkaran pada pasangan muda. Tapi, kalau kita bisa menyikapinya dengan baik, maka hal itu akan menjadi sesuatu yang indah sekali. Jangan jadikan adu argumen karena masalah keuangan ini menjadi kebiasaan, sehingga menimbulkan perasaan yang kurang mengenakkan dengan pasangan kita. Dan ingat, pada masa bulan madu dulu, keuangan tak pernah jadi masalah, karena kita bisa menyikapinya dengan tenang dan kepala dingin. Nah, saat masalah itu datang, kita bisa lakukan hal yang sama mulai dari sekarang. Jangan biarkan masalah keuangan itu merusak kebahagiaan kita.
5. Jadilah mudah memaafkan.
Dalam masa bulan madu, masalah yang ada sangat ringan buat kita. Kalau misalnya pasangan berbuat kesalahan, kita tidak menganggapnya secara serius, dan akan mudah sekali untuk memaafkan. Nah, cobalah kita melakukan hal yaag sama sekarang. Kalau ada kesalahan sedikit saja dari pasangan kita, janganlah kita menganggapnya sedemikian rupa sehingga akhirnya, kesalahan-kesalahan kecil yang dilakukan pasangan kita ini, menjadi kesalahan yang besar. Janganlah sampai suatu masalah kecil membuat perpecahan dalam rumah tangga kita sendiri. (Semoga bermanfaat)

CINTA SEJATI

Beruntunglah kita, karena ternyata cinta sejati itu memang ada. Kata orang cinta hanya sebatas lima puluh empat persen, dan empat puluh enam persen sisanya adalah perasaan mendua. Perlu diteliti lagi, sebagai pembanding. Terlepas dari hasil penelitian itu, beruntunglah yang masih memiliki cinta sejati. Karena sedikit saja orang yang memiliki cinta sejati. Jadi berbahagialah yang sudah merasakannya.

Bagiku cinta sejati berarti mensupport pasangan dalam meraih impian. Cinta sejati berani bertanya daripada menarik kesimpulan sendiri. Dan cinta sejati tidak memilih bertengkar untuk menyelesaikan masalah. Cinta sejati juga membuat pasangan tetap bersama meskipun sakit hati. Begitulah komitmen saya bersama pasanganku yang kucintai sepenuh hati.

Thursday, February 24, 2011

CITA-CITA WARISAN

CITA-CITA WARISAN

Ini kisah tentang dua keluarga. Dua-duanya miskin, dua-duanya sedang sakit keras. Dua-duanya hampir meninggal dunia. Keluarga pertama, anaknya datang kepada bapaknya, “Pak, sebelum bapak ada apa-apa, maaf ya pak ya!” Saya mau bertanya, “Rumah kita kecil sekali pak, sebenarnya apa sih, cita-cita bapak?” Bapaknya mengambil nafas dalam-dalam, mengumpulkan sisa-sisa kekuatannya, lalu berkata kepada anaknya. “Nak, bapak bercita-cita punya rumah besar sekali, di belakang rumah ada kolam besar sekali, di puncak ada villa besar sekali, sebab bapak punya usaha besar sekali.” Lalu anaknya berkata, “Pak, tapi rumah kita kecil!” Yah nak, namanya juga cita-cita, belum tercapai nak. Tapi, bapak hidup hemat untuk menyekolahkan kamu. Supaya kamu bisa menyelesaikan cita-cita bapak. Setelah berkata seperti itu, bapaknya meninggal dunia.

Keluarga yang kedua, keadaannya juga miskin, rumahnya hampir roboh, bapaknya sakit keras. Anaknya datang kepada bapaknya, “Pak, sebelum bapak ada apa-apa, saya mau tanya, maaf pak ya!” Rumah kita kecil sekali pak, bapak sebenarnya cita-citanya, apa sih? Dengan mata yang menerawang, bapaknya mengambil nafas dalam-dalam, mengumpulkan sisa-sisa kekuatannya, lalu menjawab anaknya. “Nak, bapak tidak punya cita-cita.” Jawabnya, lalu meninggal dunia.

Nah, sama-sama meninggal dunia, keluarganya sama-sama miskin. Satu punya cita-cita, dan yang lainnya tidak punya cita-cita. Yang punya cita-cita, sebelum meninggal, dia bercerita tentang cita-citanya. Dia hidup sederhana untuk menyekolahkan anaknya. Supaya anaknya meneruskan cita-cita orang tuanya.

Sambil mengingat-ingat, anaknya menguburkan bapaknya. “Benar juga, ya! Bapak hidup sederhana sekali. Saya Masih ingat bagaimana bapak membuang celana kolornya, diambil lagi, ditambal, dipakai lagi. Ia hidup begitu sederhana, supaya bisa menyekolahkan saya. Begitu anaknya berpikir. Maka si anak berjuang menyelesaikan kuliahnya, dan hidup dengan baik.

Apa yang mau saya katakan dengan kisah ini? Bahwa memilki cita-cita yang besar, tidak tercapai tidak rugi. Karena kita bisa wariskan pada anak-anak kita. Sama-sama meninggal, sama-sama mengakhiri hidup. Bahkan mungkin sama-sama meninggal dalam keadaan miskin. Tapi yang satu miskin tanpa bisa mewariskan apa-apa. Sudah niskin tidak punya cita-cita lagi. Karena itu, milikilah cita-cita yang besar, rencana besar, pikiran besar. Karena hasil besar hanya muncul dari pikiran besar. Perbuatan besar hanya muncul dari rencana besar. Mulailah dengan rencana dan cita-cita yang besar. Mengebu-gebu di situ, kalau tidak tercapai kita wariskan kepada anak-anak kita.

Wednesday, February 9, 2011

TEMAN BICARA YANG BAIK

TEMAN BICARA YANG BAIK

Sebagai orang tua, kalau kita melihat, mengerti, dan mengetahui bahwa nilai anak kita jelek, mengapa anak-anak menjadi ketakutan? Mengapa suami menjadi takut untuk bercerita kepada istri? Lalu mereka berbohong, mereka menjadi tidak jujur. Mengapa anak-anak tidak jujur menceritakan nilainya kepada orang tuanya? Itu semua karena marah yang berlebihan.

Istri harusnya penolong bagi suami. Bukan penggonggong, bukan perongrong. Orang tua harusnya menjadi tempat mengadu bagi anak-anak. Ketika anak merasa gelisah karena nilainya jelek, dia pulang ke rumah dan bercerita kepada kita orang tuanya. Saatnya orang tua memberikan tempat perlindungan, memotivasi mereka dengan kata-kata dorongan.

Orang tua perlu menilai dengan objektif, apakah anaknya sudah berusaha sungguh-sungguh? Yang penting lihtlah usahanya! Kalau memang dia belum sungguh-sungguh. Maka dorong dia, temani dia belajar untuk berusaha dengan sungguh-sungguh. Seandainya dia sudah belajar dengan sungguh-sungguh, tetapi hasilnya memang belum maksimal, maka orang tua harus mengutamakan untuk melihat proses, memuji karakter, dan baru kemudian prestasi.

Ketika orang tua marahnya wajar-wajar saja, tidak berlebihan, saya yakin anak tidak akan takut untuk jujur. Ketika istri bisa memahami kesalahan suami, bisa memahami kegagalan dan kerugian suami, bahkan memberikan kata-kata dorongan, kata-kata yang membuat suami merasa diterima, maka ia akan merasa bahwa rumah merupakan tempat untuk pulang.

Apabila suami merasa bahwa istri adalah teman bicara, teman hidup yang baik, maka dia akan berani bahkan senang bercerita dan berbicara dengan istri. Tetapi jika pasangan bukan merupakan teman bicara yang baik, maka dia akan menjadi pendiam, bebicara pendek-pendek. Suatu ketika kalau pasangannya bertanya, “Bagaimana keadaan di kantor?” Baik dan titik. Dia lebih senang berbicara dengan teman di kantor. Atau ngobrol sampai malam di cafe dan pulang hanya tinggal tidur. Suami-istri tidak berbicara lagi, karena pasangan bukan merupakan teman berbicara yang baik.

Karena itu mari kita belajar bijaksana dengan menjadi teman bicara yang baik. Jadilah teman bicara bagi pasangan, Teman bicara bagi anak-anak. Ketika kita mendengar sesuatu yang tidak enak, mendengar sesuatu yang tidak baik, tetapi mereka berani menyampaikannya dengan jujur, mari kita hargai kejujuran itu dengan tanggapan yang objektif, agar pasangan kita, anak-anak kita tetap terus berani terbuka.

Marilah kita bangun hubungan dengan selalu bercerita kalau ada apa-apa. Karena kalau suami tidak bercerita kepada istri, istri tidak bercerita kepada suami, anak-anak tidak bercerita kepada orang tua, maka tidak lama lagi, bersiap-siaplah menghadapi kejutan-kejutan yang betul-betul mengagetkan kita. Tiba-tiba pasangan selingkuh, tiba-tiba anak hamil di luar nikah, tiba-tiba anak terlibat narkoba. Mengapa teresa tiba-tiba? Karena putus komunikasi. Mengapa putus komunikasi? Karena selama ini mungkin kita bukan teman bicara yang baik, bukan pendengar yang baik. Karena itu, mari menjadi orang bijaksana dengan belajar menjadi teman bicara yang baik. Tanggapilah sesuatu secara objektif, supaya pasangan dan anak-anak kita berani berbicara dengan kita. Jangan sampai anggota keluarga kita takut kepada kita. Tetapi biarlah mereka tetap hormat kepada kita. Kalau kita menjadi pendengar yang baik dan perespon yang bijaksana, maka kita akan mendapat hormat dan kasih sayang.