Suatu hari, seorang anak ikut orangtuanya bertamu ke rumah rekannya. Di sana dia disuguhi sebungkus permen. “Kamu boleh mengambil permen ini”, kata si pemilik rumah. Ayo, silakan diambil, diambil! Ambillah dengan kedua tanganmu, supaya kamu dapat banyak, ya? Namun si anak diam saja sambil menatap permen itu. Si orangtua mulai gusar dan meminta anaknya untuk mengambil permen itu dengan kedua tangannya. “Ayolah, Nak ambillah permen itu!” Namun kembali si anak tetap diam sambil menatap permen-permen tadi. Sampai akhirnya si tuan rumah mengambilkan permen itu dengan kedua tangannya sendiri. “Ya sudah, ini saya ambilkan buat kamu!”, katanya.
Sesampainya di rumah si orangtua tadi kecewa dan mengeluh. Sambil mengomel dia berkata, “Dasar kamu ya, cuma diminta ambil permen saja tidak berani!” Mau jadi apa kamu nanti? Namun di luar dugaan anaknya tiba-tiba menjawab, “Mama aku bukan tidak berani mengambil permen tadi, tapi aku ingin mendapatkan permennya lebih banyak. Tanganku kecil sedangkan tangan tante tadi jauh lebih besar. Jadi aku tunggu saja biar dia mengambilkan untukku!”
Begitulah kita para orangtua, seringkali menghakimi anak kita dengan asumsi dan juga persepsi-persepsi kita yang seringkali sangat dangkal. Padahal di balik semua perilaku anak kita seringkali terdapat alasan yang luar biasa hebat, dan kritis. Sampai terkadang membuat kita berdecak kagum. Kok bisa ya? Anak sekecil ini berpikir sekritis itu? Nah, mari kita berhenti untuk menghakimi anak-anak kita. Melainkan tanyalah, mengapa mereka melakukan ini atau melakukan itu. Kelak kita akan dibuat terkagum-kagum dengan jawaban si kecil kita nanti.
Kesan yang baik adalah sebuah blog yang sengaja dibuat untuk mewadahi orang-oarang gemar akan perbuatan baik yang berguna bagi orang lain. Blog ini boleh dibuka oleh siapa saja yang berminat asal orang tersebut selalu berusaha untuk menciptakan kesan yang baik kapan sja, di mana saja berada dan di setiap kegiatan yang dilakukannya.
Saturday, March 26, 2011
BELAJAR DENGAN SABAR
Ada seorang pemuda yang hendak belajar kungfu. Datanglah dia pada sebuah perguruan kungfu. Dia menghadap gurunya dan berkata, “Guru ajarilah saya kungfu.” Sang guru menerima dia menjadi murid. Namun keesokan harinya sang guru menugaskan dia menjadi seorang juru masak perguruan. Sambil menyerahkan sebuah cerobong asap yang terbuat dari besi kasar, beliau berkata, “Tugasmu menjadi juru masak. Dan Setiap kau meniup api dengan cerobong besi ini, tekan dan remas dengan kuat cerobong ini, dan aku akan mengajarkan kungfu jika cerobong ini menjadi halus dan bayanganku terlihat jelas.”
Bertahun-tahun berlalu, sang murid mulai tak sabar terus-terusan menjadi juru masak. Setiap tahun dia menanyakan, “Kapan aku mulai belajar kungfu?” Namun sang guru tetap mengatakan sampai cerobong besi itu halus. Sampai akhirnya dia menunjukkan cerobong besi itu yang sudah halus pada gurunya. Sang guru tersenyum dan berkata, “Sekaranglah saatnya aku akan mengajarkan kepadamu ilmu yang penting. Tetapi carikan dulu aku bambu yang paling keras di hutan.”
Maka berangkatlah sang murid ke hutan. Ia meremas setiap bambu yang ditemuinya di hutan itu. Dan herannya tak satupun dari bambu-bambu itu yang didapatkannya yang cukup keras. Sampai sore haripun dia tak menemukan bambu yang keras. Akhirnya sang murid itu pulang dengan tangan hampa. Dengan lelah dia berkata pada gurunya, “Guru maafkan saya!” Saya sudah mencari kemana-mana tapi ternyata tak ada bambu yang keras di hutan. Besok saya akan pergi ke hutan untuk mencarinya lagi. Sang guru tersenyum sambil berkata, “Muridku, saat ini engkau telah menguasai dua hal. Yang pertama kesabaran dan yang kedua adalah jurus tangan peremuk tulang. Siapapun lawanmu, engkau akan bisa meremukkan tulangnya dengan sekejab. Jadi saat ini engkau telah menjadi salah satu pesilat tangguh yang susah dikalahkan. Namun bukan Cuma itu, kau juga telah melatih kesabaranmu. Hal itu yang akan membantumu bisa mempelajari ribuan jurus-jurus lainnya.
Ternyata benar, dengan kesadaran dan kesabaran kita bisa mencapai tujuan. Namun sabar jangan disalah artikan. Masyarakat masih banyak mengartikan sabar sebagai diam, tidak membalas, menerima, ataupun pasrah. Dan pengertian itu sangat berlainan dengan arti tetap berusaha, berjuang, dan TETAP SEMANGAT.
Bertahun-tahun berlalu, sang murid mulai tak sabar terus-terusan menjadi juru masak. Setiap tahun dia menanyakan, “Kapan aku mulai belajar kungfu?” Namun sang guru tetap mengatakan sampai cerobong besi itu halus. Sampai akhirnya dia menunjukkan cerobong besi itu yang sudah halus pada gurunya. Sang guru tersenyum dan berkata, “Sekaranglah saatnya aku akan mengajarkan kepadamu ilmu yang penting. Tetapi carikan dulu aku bambu yang paling keras di hutan.”
Maka berangkatlah sang murid ke hutan. Ia meremas setiap bambu yang ditemuinya di hutan itu. Dan herannya tak satupun dari bambu-bambu itu yang didapatkannya yang cukup keras. Sampai sore haripun dia tak menemukan bambu yang keras. Akhirnya sang murid itu pulang dengan tangan hampa. Dengan lelah dia berkata pada gurunya, “Guru maafkan saya!” Saya sudah mencari kemana-mana tapi ternyata tak ada bambu yang keras di hutan. Besok saya akan pergi ke hutan untuk mencarinya lagi. Sang guru tersenyum sambil berkata, “Muridku, saat ini engkau telah menguasai dua hal. Yang pertama kesabaran dan yang kedua adalah jurus tangan peremuk tulang. Siapapun lawanmu, engkau akan bisa meremukkan tulangnya dengan sekejab. Jadi saat ini engkau telah menjadi salah satu pesilat tangguh yang susah dikalahkan. Namun bukan Cuma itu, kau juga telah melatih kesabaranmu. Hal itu yang akan membantumu bisa mempelajari ribuan jurus-jurus lainnya.
Ternyata benar, dengan kesadaran dan kesabaran kita bisa mencapai tujuan. Namun sabar jangan disalah artikan. Masyarakat masih banyak mengartikan sabar sebagai diam, tidak membalas, menerima, ataupun pasrah. Dan pengertian itu sangat berlainan dengan arti tetap berusaha, berjuang, dan TETAP SEMANGAT.
Subscribe to:
Posts (Atom)